Ujian Nasional (UN)
tinggal menghitung hari, terutama bagi para siswa SMP. Berbagai gejala sindrom
UN semakin tampak dalam keseharian siswa-siswi di sekolah maupun di rumah.
Tidak sedikit yang bertingkah laku di luar kebiasaannya. Stres, tegang,
gelisah, panik, khawatir dan takut menghadapi ujian merupakan gejala psikologis
yang kerap mendominasi hati dan pikiran. Tidak sedikit pula yang bersikap
sebaliknya, terlihat acuh tak acuh dan dibawa santai. Gejala -gejala
sindromatik menjelang ujian, tentu perlu dicermati dan diatasi secara tepat,
baik oleh diri siswa sendiri, orang tua maupun guru. Dalam kondisi tertentu,
sindrom UN tersebut kerap mengganggu kesehatan. Ada yang jadi gampang sakit,
terlihat lesu dan sulit berkonsentrasi ketika belajar. “Takut tidak lulus”,
mungkin hal yang paling membebani para siswa, sehingga mengatasi sindrom UN
yang menggejala tersebut diperlukan upaya persiapan dan dukungan integral dari
aspek material, moral, mental, psikologis, spiritual, intelektual dan emosional
yang dilakukan semua pihak terkait.
Mengapa demikian?
Munculnya gejala sindromatik yang ditunjukkan siswa bisa dikatakan sebagai
gejala psikologis berulang dari tahun ke tahun. Hal ini tentu perlu untuk
dijadikan bahan evaluasi dan inovasi bagi semua pihak, termasuk orang tua,
guru, siswa dan pengelola sistem pendidikan. Sebuah realita bahwa UN
“membebani” banyak siswa, bahkan para guru juga orang tua siswa. Beban
kecemasan dan kekhawatiran akan menggejala mulai dari diinformasikannya standar
kelulusan, persiapan yang harus dilakukan pra-UN, saat pelaksanaannya, hingga
mempersiapkan kondisi pasca UN. Memang, sebagai bagian dari sebuah sistem, UN
memiliki tujuan yang ideal bagi proses pendidikan, terutama sebagai salah satu
alat ukur keberhasilan pembelajaran formal. Namun, dalam praktiknya, tingkat
kesiapan dan kematangan tiap sekolah, guru dan siswanya berbeda-beda,
bergantung kepada besar kecilnya kendala yang dihadapi masing-masing.
Sebagai sebuah proses
dalam sistem pendidikan, UN dapat dikatakan sebagai ajang kompetisi prestasi
bergengsi yang bisa mempengaruhi mutu sekolah dan kualitas lulusan. Namun,
secara manusiawi, ujian dalam bentuk apapun membutuhkan kesiapan mental dan
fisik, serta kematangan dalam mempersiapkan berbagai kemungkinan. Ujian
Nasional juga dapat dikatakan sebagai sebuah beban mental bagi yang tidak siap
mengatasi dan menghadapi berbagai kemungkinan (berhasil/gagal). Beban mental
psikologis seringkali lebih sulit diatasi, serta melemahkan kekuatan fisik dan
konsentrasi berpikir seseorang sekalipun persiapan materi sudah mantap,
sehingga ciri-ciri sindromatik di atas kerap terlihat mempengaruhi sikap dan
tingkah laku para siswa yang akan menghadapi ujian.
Lalu bagaimana cara
mengatasinya?
Ada gejala, ada kendala dan ada usaha untuk melewatinya sebagai sebagai sebuah
proses di dunia pendidikan. Kesiapan mental, emosional dan spiritual merupakan
aspek penting yang mendukung aspek material dan intelektual dalam menghadapi
ujian dan mengatasi gejala-gejala sindrom tersebut. Selain dukungan moral dan
material dari guru dan orang tua, bagi pembaca yang akan menghadapi ujian ada
beberapa cara sederhana yang dapat disimak berikut ini untuk membantu mengtasi
sindrom ujian.
Pertama, usahakan untuk makan teratur dengan gizi seimbang.
Kesiapan fisik merupakan modal penting menghadapi segala bentuk ujian. Hindari
minuman berkafein tinggi, beralkohol dan merokok karena selain mengganggu
kesehatan badan juga bisa merusak mood kita. Mood merupakan
faktor penting bagi kelancaran dan keberhasilan dalam mengerjakan sesuatu,
termasuk menjaga stabilitas semangat dan konsentrasi.
Kedua, biasaan tidur cukup dan teratur. Selain tidur malam yang cukup dan
berkualitas, sempatkan tidur siang selama 20-30 menit untuk menjaga agar tubuh
tetap bugar dan otak kembali fresh. Penelitian membuktikan bahwa tidur selain
mempengaruhi optimasi kerja otak juga mempengaruhi kestabilan emosi. Rasa
cemas, tegang dan stres merupakan dorongan emosional kita. Kestabilan emosi
sangat mempengaruhi kebebasan dan ketenangan berpikir juga dalam melakukan dan
menyelesaikan sesuatu.
Ketiga, manjakan otak dengan relaksasi atau terapi musik sederhana. Hal ini bisa
dilakukan sambil belajar atau setelah penat belajar. Menciptakan suasana
belajar yang nyaman, di tempat yang tenang atau sambil mendengarkan musik
berirama lembut bisa membantu optimasi fungsi kerja otak dalam menyerap dan
menyimpan informasi.
Keempat, jangan bebani otak kita dengan SKS (Sistem Kebut Semalam) atau
belajar banyak materi sekaligus dalam satu waktu. Memori otak kita lebih
efektif menyerap informasi secara berkala. Karena itu, lebih baik belajar
sedikit-sedikit secara rutin (dicicil) setiap hari bahkan jauh-jauh hari
sebelum pelaksanaan ujian. Mempelajari variasi soal ujian yang berkaitan dengan
materi pelajaran atau membuat ringkasan materi bisa menjadi metode yang
membantu pemahaman kita. Beban otak berlebih mempengaruhi emosi dan pikiran
kita, cepat lelah dan gampang marah.
Kelima, jangan menyepelekan hal-hal yang dianggap kecil yang
berkaitan dengan ujian. Persiapkan peralatan dan kelengkapan ujian, serta
perhatikan hal-hal teknis lainnya seperti peraturan ujian dan ketelitian
membaca, memahami dan menganalisa soal ujian. Keteledoran dalam hal-hal kecil
seringkali menimbulkan kepanikan yang bisa membuat konsentrasi buyar.
Keenam, tumbuhkan optimisme bahwa kita pasti bisa melewati ujian dengan
segenap upaya dan kerja keras kita dalam belajar. Keyakinan dan berpikir
positif merupakan energi yang bisa mempengaruhi cara kita bersikap dan
bertindak, sehingga berdampak terhadap kestabilan fisik dan ketenangan psikis
kita menghadapi ujian
Ketujuh, persiapkan mental spiritual kita dengan lebih mendekatkan diri
kepada-Nya melalui shalat, doa, membiasakan membaca Al-Qur’an secara rutin dan
berpuasa. Di balik segala upaya fisik dan material kita, ada kekuatan dan
kekuasaan Yang Maha Menentukan, yang lebih menentukan keberhasilan atau
kegagalan kita. Kerendahan hati kita untuk meminta akan menumbuhkan keikhlasan
kita untuk bersabar dalam ikhtiar (belajar), serta dalam berserah dan berpasrah
diri atas keputusan-Nya. DOA merupakan energi yang tidak akan pernah habis meskipun sering kita
gunakan dan sering pula kita abaikan. Sebuah doa bisa mengubah keadaan dan
segenap upaya bisa menjadi jalan terwujudnya harapan. Semoga berhasil dan bermanfaat.